0
Disrupsi informasi akibat perkembangan teknologi sangat mempengaruhi pelayanan jasa hukum.

Achmadi MS, Sejak beberapa tahun terakhir, telah terjadi perubahan dalam pelayanan jasa-jasa hukum oleh advokat. Perkembangan dalam beberapa tahun terakhir bahkan lebih cepat terjadi dibanding dua abad sebelumnya. Gagasan tentang artificial intelligence (AI) telah membayangi imajinasi pada inovator lintas profesi, mulai dari perusahaan besar hingga level mahasiswa. Kondisi ini juga berpengaruh pada dunia lawyer alias advokat.

Pandangan tentang perubahan dunia advokat itu banyak dibahas Richard Susskind, seorang penulis profesional asal Inggris yang menggeluti dunia para lawyer. Menurut Susskind, ada tiga penggerak atau pembawa perubahan di dunia advokat. Pertama, apa yang ia sebut sebagai the more-for-less challenge. Kedua, liberalisasi (liberalization). Ketiga, perkembangan teknologi informasi (technology).

Klien suatu firma hukum sangat bervariasi, mulai dari perseorangan hingga perusahaan besar multinasional. Meskipun tipe klien bervariasi, mereka tak bisa lagi dilayani dengan cara-cara tradisional. Kini, ada tantangan besar yang harus dihadapi, dan telah membawa perubahan pada dunia advokat. Prinsipnya, firma hukum dihadapkan pada prinsip memberikan sebanyak mungkin jasa hukum dengan biaya yang sedikit. Susskind menyebutnya deliver more legal services at less cost.
Seperti tertuang dalam karyanya, Tomorrow’s Lawyers, Introduction to Your Future, Suskind telah merangkum pandangan sejumlah counsel tentang masalah apa yang mereka hadapi. Misalnya, mereka di bawah tekanan untuk mengurangi jumlah lawyer di dalam tim; dan diminta pimpinan firma untuk mengurangi biaya-biaya keluar. Sussskind yakin bahwa the more-for-less challenge (lebih banyak jasa yang diberikan dengan sedikit biaya) akan menjadi tiang penyangga jasa hukum pada dekade mendatang.

Pengaturan tentang advokat tidak sama di semua negara. Ada perbedaan tertentu, misalnya apakah negara mengatur sepenuhnya dunia advokat. Di negara lain, mungkin saja ada aturan yang membatasi advokat memberikan jasa hukum di bidang tertentu. Di Indonesia, kasus pengacara yang diizinkan di Pengadilan Pajak, dapat dijadikan contoh. Liberalisasi sulit dibendung dalam layanan jasa hukum.

Teknologi sudah merambah kemana-mana, termasuk ke ruang-ruang firma hukum. “It is impossible to avoid the technology tidal wave,” tulis Susskind dalam bukunya. Gelombang teknologi tak mungkin dihindari advokat.

Sekarang, penggunaan teknologi di firma hukum sudah menjadi kebutuhan primer. Teknologi telah mengubah dunia kepengacaraan secara radikal, termasuk di Indonesia. Penggunaan media sosial oleh advokat dan firma hukum mengubah wajah pelayanan jasa hukum. Teknologi juga mengubah bentuk pelayanan dari satu orang melayani satu klien (one-to-one menjadi satu lawyer untuk beberapa klien sekaligus (one-to-many).

Sejalan dengan Susskind, Managing Partner DNT Lawyers, Pahrur Dalimunthe, berpendapat kerja-kerja advokat memberikan jasa hukum pasti terimbas perkembangan teknologi. Sekarang zamannya berbasis pada internet (internet of thing). Kehadiran asosiasi usaha bidang hukum yang menggunakan teknologi memperlihatkan respons sejumlah kalangan terhadap disrupsi teknologi di lingkungan jasa hukum. Manajemen firma hukum, mau tidak mau, harus menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. “Jika tidak beralih, tidak menggunakan internet, maka siap-siap akan kalah saing dengan pihak lain yang telah menggunakan inovasi disruptif,” ujarnya kepada achmadims.
Lebih lanjut Pahrur berpandangan para advokat harus membuat inovasi-inovasi dalam pelayanan jasa hukum agar hadir di ‘internet’, baik melalui website maupun media social. Hadir tidak sekadar punya akun atau web, tetapi lebih dari itu harus tersedia informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh klien. Cuma, ia mengingatkan bahwa advokat juga perlu menjaga privasi, dan harus berhati-hati menggunakan jaringan yang terkoneksi dengan internet. Kesalahan sedikit saja dapat membuat klien lari. “Solusinya, jasa diri dari perbuatan melanggar hukum antara lain dengan menjaga integritas,” tegasnya.

Almaida Askandar, partner pada Ivan Almaida Baely & Firmansyah (IABF) Law Firm mengakui bahwa perubahan seperti yang dijelaskan Susskind tidak bisa dihindari. Terutama soal kemajuan teknologi. “Kami sudah sadar kalau kemajuan teknologi tidak bisa dihindari mengambil pekerjaan lawyer juga, mau tidak mau kami ikut memanfaatkan platform yang muncul,” katanya.

Ia mengakui bahwa kemajuan teknologi membuat beberapa pekerjaan lawyer bisa dialihkan ke teknologi. Namun menurutnya tidak semua bagian pekerjaan advokat bisa digantikan teknologi. “Mungkin nanti (bidang) corporate akan lebih banyak kena imbasnya dibandingkan litigasi,” ujar Almaida. Teknis pekerjaan advokat selaku kuasa hukum di persidangan dianggapnya tidak bisa digantikan dengan teknologi kecerdasan buatan.

Dalam hal tuntutan the more-for-less challenge atau tekanan makin banyaknya kompetitor jasa advokat, Almaida mengaku belum begitu merasakan dampaknya. Ia menilai bahwa masih tersedia berbagai strategi penawaran jasa advokat yang menguntungkan. Misalnya dengan memiliki klien retainer.  “Yang pasti harus terus kreatif,” ujarnya.

Almaida optimis bahwa profesi advokat mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi. Khususnya terkait perkembangan teknologi informasi. Keterampilan jasa hukum yang ditawarkan profesi ini dianggapnya tidak akan tergantikan oleh teknologi kecerdasan buatan. “Ya nggak akan (tergantikan) lah,” kata Almaida mantap.(achmadims)
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

 
Top