Jakarta – CORE Indonesia menilai kebijakan moneter yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) saat ini, kendati sudah mengganti suku bunga dari BI Rate menjadi BI 7 Day Reverse Repo Rate, ternyata kurang efektif.

Faktanya, masih lemahnya transmisi kebijakan moneter BI tersebut dalam mengendalikan suku bunga perbankan. Sehingga yang ada suku bunga pinjaman dan simpanan lamban penurunannya.

“Padahal, beberapa kali ada penurunan suku bunga acuan dan bahkan BI Rate sudah diganti. Tapi masih juga belum cukup efektif mempengaruhi suku bunga kredit perbankan,” tutur Direktur CORE Indonesia, Mohammad Faisal, di Jakarta, Selasa (20/12).

Menurutnya, selain BI menurunkan suku bunga acuan untuk melonggarkan likuiditas perbankan, BI juga telah memangkas Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah dari 7,5% menjadi 6,5% pada Maret 2016.

“Kebijakan BI itu ternyata transmisinya tak efektif. Buktinya, pada periode Januari-September, rata-rata suku bunga kredit hanya turun 56 basis points (bps). Sedang pada saat yang sama, suku bunga simpanan deposito turun 116 bps,” tegasnya.

Dia menambahkan, rendahnya respon penurunan suku bunga kredit perbankan ini, di samping persoalan time-lag juga dipicu oleh kebijakan perbankan yang berupaya menjaga tingkat profitabilitasnya yang mulai kian tertekan.

Beberapa hal yang menekan laba perbankan tahun ini, antara lain, melambatnya penyaluran kredit yang mengakibatkan tersendatnya pendapatan bunga kredit.

“Selain itu, masih tingginya rasio kredit macet (NPL), khususnya bank-bank yang memiliki exposure kredit yang tinggi di sektor pertambangan dan infrastruktur, serta masih tingginya cost of fund (biaya dana) perbankan terutama untuk deposito premium,” jelas dia.

Faisal juga mengingatkan BI terkait kinerja perbankan yang gemar memarkir dananya di aset-aset finansial ketimbang menyalurkan kredit.

“BI sebagai otoritas moneter kurang bisa mengarahkan perbankan untuk menyalurkan kreditnya dengan baik. Justru yang terjadi bank-bank menahan kredit dan malah memarkir kelebihan likuiditas mereka di surat berharga seperti obligasi,” pungkas Faisal.(red)
 
Top