JAKARTA – Jejaring mantan aktivis mahasiswa gerakan
reformasi 1998 yang berhimpun dalam Jaringan ’98 menilai banyak
persoalan kebangsaan di tahun 2016 yang harus diselesaikan pada tahun
yang baru 2017. Beberapa di antaranya adalah persoalan korupsi yang
merajalela, kesenjangan sosial yang meningkat, serta ancaman invasi dan
penetrasi asing dari kekuatan neokolonialisme (nekolim) neoliberalisme
yang hendak menjajah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui
infiltrasi calon pemimpin boneka, serbuan tenaga kerja asing (TKA),
impor pangan tak berkualitas, penyelundupan narkoba zat adiktif, budaya
seks bebas dan sebagainya.
“Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla
hendaknya selalu berjalan dalam garis Nawacita dan Trisakti sesuai
janji Pilpres 2014 yang secara prinsip hendak mewujudkan NKRI yang
mandiri berdaulat serta memajukan kesejahteraan rakyat. Sebagai mantan
relawan Jokowi,
banyak deviasi yang kami lihat di sana-sini, terutama dampak dari
kebijakan para pembantu di Kabinet Kerja dan Istana Negara yang tak
paham dan tak mau mewujudkan gagasan mulia dari Presiden Jokowi,
mereka cenderung mengkhianati nilai-nilai luhur Pancasila dan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,” ujar Jurubicara Jaringan ’98,
Ricky Tamba kepada media, Sabtu (31/12/2016).
Menyambut 2017, Ricky berharap agar seluruh kekuatan prodemokrasi,
kaum nasionalis dan TNI/ Polri merapatkan barisan melawan bahaya nyata
invasi nekolim neoliberalisme dengan cara selalu mengingatkan pemerintah
hingga ke berbagai pelosok daerah agar selalu jujur dan amanah dalam
menjalankan tugas, seperti mendemo dan melaporkan setiap praktik korupsi
APBN dan APBD serta kolusi nepotisme, mencegah dan menghabisi peredaran
narkoba khususnya di generasi muda, serta meningkatkan semangat gotong
royong sebagai kearifan budaya Indonesia di tengah arus globalisasi dan
individualisme yang bisa menyesatkan.
“Fokus kerja Pemerintahan Jokowi
di 2017 sebaiknya di bidang ekonomi karena rakyat sangat menunggu
kebijakan yang aplikatif, kreatif dan nasionalis untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Kami mengusulkan kepada Presiden Jokowi
untuk mulai memberdayakan koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia,
tak melulu berkutat pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
menghabiskan banyak anggaran tanpa hasil kerja yang bermanfaat untuk
rakyat dan kerap kali hanya menjadi bancakan elite politik pemburu
rente. Koperasi dapat menjadi tulang punggung dalam hal pembelian hasil
tani, penyaluran modal kerja, redistribusi aset tanah tak tergarap serta
sebagai petugas sosialisasi kebijakan pemerintah. Tapi harus didata dan
diverifikasi benar-benar agar mayoritas koperasi fiktif tak dijadikan
alat oleh para penguasa daerah yang korup manipulatif!” saran Ricky.
Di bidang politik, Jaringan ’98 menyerukan kepada Presiden Jokowi
untuk terus menjaga kebebasan berpendapat dan berorganisasi sesuai
cita-cita UUD 1945 dan reformasi 1998, di mana Presiden Jokowi adalah
salah satu hasil dari proses demokrasi tersebut. Selain itu, penggunaan
hukuman maksimal berupa hukuman mati dan pemiskinan koruptor dapat
menjadi kebijakan baku pemerintah melalui aparat penegak hukum, guna
meminimalisir korupsi yang terbukti terus meningkat. Terkait evaluasi
Kabinet Kerja, Jaringan ’98 menghormati hak prerogatif presiden untuk
mencopot dan mengganti beberapa menteri abal-abal, asal bapak senang dan
pro asing tak nasionalistik.
“Buat apa dipertahankan menteri abal-abal, ABS dan pro asing kalau
hanya semakin mengkhianati Presiden Jokowi dan menghancurkan NKRI
tercinta? Kalau apa-apa harus nunggu presiden memutuskan baru bertindak,
atau kebobolan dulu baru bergerak, ya mendingan dicopot saja. Lebih
baik presiden mengajak masuk kabinet para anak bangsa yang teruji rekam
jejaknya, nasionalistik, cerdas dan inovatif. Kami yakin, bila kabinet
diisi personil yang mumpuni, semua janji Pilpres 2014 akan terwujud.
2017 harus menjadi tahun kebangkitan bangsa Indonesia. Eling lan
waspada. Ayo bersatu lawan nekolim neoliberalisme penjajah NKRI!”
pungkas Ricky Tamba.(intelijen/adhy)